top of page

 

 

 

Masa Kecil


Mami, ibu mertua saya adalah putri ke tiga dari empat bersaudara, dua kakak perempuan, satu adik laki-laki. Mereka sekeluarga tinggal di rumah besar yang nyaman di kawasan alun-alun kota Pemalang, yang saat ini menjadi daerah pusat pemerintahan kota Pemalang. Sayangnya, ayah mereka berpulang disaat mami dan saudara-saudaranya masih kecil-kecil. Sehingga walaupun berkecukupan, hidup menjadi tidak mudah untuk mereka.

Masa Dewasa

Kuliah di Semarang, bertemu dengan ayah mertua, menikah, pindah ke Jakarta karena pekerjaannya. Karena pekerjaan ayah mertua, kemudian mereka sekeluarga pindah ke Belanda. Sekembalinya ke tanah air, Mami kembali bekerja di Dirjen Pajak Departemen Keuangan. Jabatan terakhirnya sebagai Kepala Kanwil Kalimantan Timur, menyebabkan beliau harus seringkali bolak balik antara Jakarta dan Samarinda. 

Mami seorang yang mudah merasa iba. Beliau banyak mengambil anak angkat yang diajak tinggal di rumah, menyekolahkan mereka, bahkan mereferensikan pekerjaan kepada mereka setelah selesai sekolah. Pertemuan mami dengan anak-anak angkatnya bisa dimana saja, beberapa dalam perjalanan kereta api. Di rumah mereka, tidak pernah sepi dari kehadiran anak angkat yang datang dan pergi silih berganti.

Masa Tua

Menjelang berpulangnya ayah mertua, kondisi mami mulai menurun karena penyakit gula dan sudah mulai pelupa/pikun. Dan menjadi lebih buruk sejak papi berpulang, karena beliau sangat ketergantungan terhadap papi dalam menjalani keseharian. Entah bagaimana mulanya, ketika akhirnya kami sekeluarga diberi berkah pula berkeseharian bersama Mami, tujuh tahun setelah kami sekeluarga berkeseharian bersama Mama.

Masa Kini

Kami sekeluarga kecil kemudian berbagi tugas. Walau saya, suami, dan anak-anak kerap membahas berbagai langkah dan masalah dalam menangani ke dua nenek anak-anak kami, saya harus lebih concern ke mama dan suami harus lebih concern ke mami. Kami, saya-suami-daya-rama menjadi keluarga yang terpisah di hari-hari penting keluarga seperti lebaran dan lainnya, disaat biasanya keluarga berkumpul. Menyesal ?. Tentu tidak. Tidak normal ?. Pasti. 


Mami pribadi periang, yang sangat suka menyanyi. Walau kondisi fisiknya saat ini jauh lebih kurus dibanding saat saya pertama bertemu dengan beliau yang saat itu masih ngebut saat menyetir mobilnya, masih jalan cukup cepat dengan sepatu hak tingginya, tetapi mami tidak mengidap penyakit apapun selain karena usia yang sudah sepuh. Secara medis mami dinyatakan normal, pun untuk tekanan darah, gula, jantung, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya. 

Kegemaran mami sampai saat ini masih tetap bercanda dan menyanyi. Beliau terbiasa bangun di malam hari dan bernyanyi sambil bertepuk tangan mengikuti biramanya. Beliau pribadi yang wellcome terhadap siapapun yang membantu kesehariannya, yang menjadikan kami mudah membagi waktu antara berbagai kegiatan.

Berbeda dengan 'saya dan mama' yang punya banyak kepala untuk berbagi permasalahan, 'saya dan mami' membuat kami sekeluarga harus memutar otak sendiri tanpa tempat berbagi dalam menyikapi berbagai permasalahan seputar mami. Kendala terbesar bagi kami adalah tidak mudah masuk ke dalam beliau. Beliau terbiasa menyimpan sendiri perasaan dan pikirannya, yang lebih sering karena tidak ingin merepotkan orang lain. 

Maafkan kami mami, andai dalam keseharian kami tidaklah sesempurna yang kami inginkan. Semoga kami, yang bahkan akhir-akhir ini lebih sering 'tidak dikenal' oleh beliau, dapat melayani dengan lebih baik lagi.

Selasa, 20 Januari 2015

 

Mami berpulang pada pukul 20:30, setelah bangun dari tidur panjang sejak siang hari, becanda dengan 'teman'nya, Euis, memakan tiga suap nasi, meminum tiga sendok susu. Kami membawanya ke rumah sakit dengan setitik kecil harapan namun ternyata memang sampai disitulah waktunya.

 

Terimakasih tak terhingga untuk berbagai dukungan, dari keluarga besar saya, keluarga besar suami saya, para tetangga, dan semua pihak. Berkah luar biasa kami terima, ketika diberi keyakinan betapa beliau sangat mencintai Dipo, suami saya, lebih dan lebih lagi dari yang beliau perlihatkan selama ini.

 

Lagu 'Aikoku No Hana' ini adalah lagu yang biasa beliau nyanyikan bersama saya, karena diantara kami berempat hanya saya yang hafal liriknya. Saat ini, saya biarkan diri saya dimainkan perasaan agar saya segera bisa mengingat beliau dari sisi lainnya.

 

Mami, kerianganmu, senyum manismu, kemurahan hati tanpa syaratmu terhadap orang-orang kurang beruntung, selalu akan kami kenang dan menjadi panutan. Kami, dipo-tuti-daya-rama, ikhlas melepasmu.

AIKOKU NO HANA - Pranajaya
00:00 / 00:00
bottom of page