top of page

Bekerja Tetapi Tidak Bekerja

 

 

Pengertian untuk judul di atas dalam konteks yang akan saya bicarakan disini adalah Disangaged Employee. Karyawan yang tidak engaged atau tidak 'kawin' atau tidak 'terlibat' dengan pekerjaaannya dan perusahaan tempatnya bekerja. Mengerjakan pekerjaan hanya sebisa-bisanya, karena frustrated, karena un-committed, atau karena keduanya.

 

Saya dan teman-teman di kantor pernah melakukan Employee Engagement Survey di satu perusahaan. Persamaan ketika survei yang sama dilakukan pada beberapa perusahaan lain adalah walau hasilnya sudah diprediksi (karena itulah perusahaan memanggil konsultan), tetapi hasil analisa detailnya ternyata di luar dugaan mereka. Perbedaannya dengan perusahaan yang saya sebutkan itu dengan yang lain, ternyata pada akhirnya CEO-nya menolak hasil survei dengan alasan ‘gak usah deh pake begitu-begituan (survei, maksudnya), sudah kelihatan kok kasat mata kelakuan karyawan perusahaan ini’. Tetapi yang dianggapnya diketahuinya, ternyata tidak berubah dari pandangannya sebelum survei dilakukan. Mungkin hasil rinci dan analisanya tidak sesuai dengan harapannya. Dan mulai defensif ketika analisa permasalahan ternyata juga menyangkut perusahaan.

 

Sebagaimana diketahui bersama, perusahaan dan karyawan memiliki hubungan setara, tidak ada yang lebih tinggi dibanding lainnya. Olehkarenanya, analisa dan perbaikan bukan hanya ditujukan bagi karyawan, tetapi juga untuk perusahaan. 

 

Di perusahaan tersebut, berdasarkan Gallup, ada 31% karyawan yang Engaged dan 69% karyawan yang Disangaged, dengan tingkat ERI (Engagement Ratio Index) sebesar : 0,45 dari ERI rata-rata perusahaan di Indonesia : 1,83 ; dan ERI rata-rata perusahaan tingkat dunia : 9,57. Tidak tercatat karyawan yang Frustrated maupun yang Uncommitted, yang artinya yang ada adalah karyawan yang frustrated sekaligus uncommitted, yang benar-benar disangaged. Sampai disini kami, konsultan maupun CEO perusahaan tersebut sepaham. Hal itu bisa diterima. Tetapi bukankah survei dilakukan justru untuk melihat dimana atau apa yang menyebabkan disangaged. Analisa sungguh lebih penting dibanding angka-angka. Karena dari situlah perbaikan bisa diupayakan dilakukan. Angka hanyalah ujungnya.

 

Pada sebagian besar perusahaan, disangaged adalah angka yang mengganggu. Bisa dibayangkan jika ada 69% karyawan yang tidak tertarik, tidak menyukai pekerjaannya, tidak peduli akan masa depan perusahaan, dan juga tidak memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan perusahaan. Dan bayangkan juga, berapa banyak yang dapat dilakukan dengan hanya 31 % dari karyawan yang secara aktif ‘terlibat’ dengan pekerjaannya. Namun, kita harus memikirkan berapa banyak yang bisa kita capai jika kita meningkatkan jumlah itu menjadi 50% atau 70%. Ada begitu besar potensi yang belum dimanfaatkan dari 69% karyawan yang ada yang tidak memberikan potensinya kepada perusahaan. Pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat membuat mereka terlibat.

 

Ada sejumlah faktor yang terlibat. Karyawan harus menganggap apa yang mereka lakukan sebagai peluang pertumbuhan dan perkembangan. Mereka harus melakukan pekerjaan dalam lingkungan yang memungkinkan mereka untuk melakukannya dengan baik. Mereka perlu merasa bahwa pekerjaan mereka adalah penting, yang membuat kontribusi yang berharga setidaknya untuk divisinya. Mereka menjadi lebih terlibat jika mereka memahami bahwa pekerjaannya memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Mereka perlu bekerja dengan dan untuk orang-orang yang menghargai kontribusi mereka. Bagi sebagian karyawan pekerjaan harus menantang. Dan sebagian karyawan lebih memilih pekerjaan yang konsisten sehingga mereka dapat menguasainya dan terpercaya memberikan output yang berkualitas.

 

Kuncinya adalah bahwa perusahaan perlu tahu, apa yang membuat karyawan tidak melakukannya dengan baik. Kemudian kita harus membangun komponen-komponen ke dalam pekerjaan mereka. Jika karyawan tetap tidak terlibat, maka pendekatan manajemen untuk pekerjaan dan karyawan perlu diubah juga. Manajemen perlu melakukan usaha yang lebih baik dalam menjelaskan nilai tambah karyawan untuk divisinya dan untuk perusahaan. Dan juga, manajemen perlu melakukan usaha yang lebih baik untuk mengidentifikasi bentuk pengakuan yang tepat terhadap hasil kerja karyawan.

 

Setelah transformasi ini dicapai, produktivitas, kualitas dan energi organisasi hampir dipastikan meningkat. Itu pengalaman ketika beberapa tahun kemudian kami mengulang survei yang sama di berbagai perusahaan.

 

Yang menurut kami cukup sukses dalam melakukan perbaikan tersebab hasil survei yang kantor saya lakukan, adalah salah satu perusahaan BUMN yang memiliki sekitar 3.500 karyawan yang tersebar di sekitar 12 daerah di Indonesia. Perusahaan dan karyawan sama-sama mendapatkan keuntungan. Dan atmosfir di organisasi menjadi lebih menyenangkan, boleh jadi sebagiannya karena mereka melihat nilai raport yang mengalami kemajuan. Karyawan dan manajemen lebih terlihat percaya diri dibanding ketika kami datang pertama kali.  

 

Ketika lebih banyak karyawan yang Engaged, semuanya menang !

 

EMPLOYEE OF THE MONTH - The Anomalies
00:00 / 00:00
bottom of page