top of page

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KITA DAN HUMOR


Tertawa adalah obat terbaik. Tawa mengurangi ketegangan dan stres, mengangkat suasana hati, meningkatkan kreativitas dan energi. Tertawa membangun hubungan yang sehat dan kuat, dengan membawa orang merasa lebih dekat, menciptakan keintiman, dan membantu menyelesaikan konflik dan perselisihan.

Humor memainkan peran penting yang menjadi daya tarik awal untuk sebuah hubungan komitmen jangka panjang. Dalam hubungan baru, humor bisa menjadi alat efektif bukan hanya untuk menarik orang lain, tetapi juga untuk mengatasi kecanggungan atau malu yang timbul selama proses mengenal satu sama lain.

Itu yang terjadi ketika pertama kali saya 'naksir' suami. Berbagai percakapan dengan bumbu humor, entah itu 'ledekan', entah itu cerita, entah itu 'call-back' (istilah di stand-up comedy yang baru beberapa tahun ini saya ketahui), berefek magis seolah 'kami pernah bertemu sebagai pasangan di kehidupan sebelumnya'. Agak lebay memang, tapi itu efek dari saking terpukau betapa kami memiliki selera humor yang setara. Saya tidak perlu mengkonfirmasi soal 'setara' ini kepada suami, karena kemungkinan akan dijawab bahwa saya ada di level 'cukup bisa mengimbangi'.

Dalam hubungan jangka panjang, humor dapat menjaga hal-hal menarik, segar, dan bersemangat. Humor juga dapat mengatasi konflik, perselisihan, dan kesalahpahaman.

Humor bukanlah obat ajaib untuk masalah hubungan, tetapi dapat menjadi alat penting untuk memperkuat hubungan, yang membantu kita mengatasi rintangan yang menimpa setiap hubungan dari waktu ke waktu. Setidaknya, ketika suami mulai 'nyureng', isteri bisa ganggu-ganggu kecil terlebih  dahulu sebelum masuk ke pertanyaan mengenai asal-usul sebab-musabab 'nyurengnya' itu.

Saking pentingnya humor sebelum 'memecahkan kebekuan komunikasi', kami sempat berkomitmen untuk bergantian melakukannya. Apakah berhasil ? Tentu saja tidak. Karena sayalah yang paling sering 'nyalip' gilirannya karena tidak tahan berlama-lama berpapasan sambil 'nyureng'. Saya tidak perlu mengkonfirmasi soal 'paling sering' ini kepada suami, karena kemungkinan akan dijawab bahwa saya mengambil 'haknya' (bukan 'kewajibannya'). Catatan : saya memang memangil suami dengan sebuatan 'suami' dan suami memanggil saya dengan sebutan 'isteri', dengan irama mendayu.

Humor dapat membantu kita membentuk ikatan yang lebih kuat satu sama lain. Kesehatan dan kebahagiaan tergantung kepada kualitas hubungan. Menggunakan humor halus sering membuat kita memuluskan perbedaan, dan mengatasi masalah bahkan hal yang paling sensitif. Sebuah lelucon yang baik dan tepat waktu dapat mengatasi situasi yang tegang dan membantu menyelesaikan perselisihan. Selera humor adalah kunci untuk ketahanan yang membantu kita mengatasi kesulitan dengan tenang.

Humor dapat menempatkan suatu masalah dalam perspektif yang menyenangkan dari sudut pandang yang lucu, yang membantu me-reframe masalah yang luar biasa dan mengganggu hubungan, sehingga lebih mudah bertoleransi. Walaupun tidak semua masalah bisa diletakkan dalam perspektif demikian, namun humor bisa melonggarkan energi pemikiran kita, yang mengilhami pemecahan masalah hubungan secara kreatif.

Berbagi kesenangan humor menciptakan rasa keintiman dan kualitas hubungan. Ketika kita tertawa bersama, kita membuat ikatan positif yang bertindak sebagai penyangga kuat terhadap stres, ketidaksepakatan, kekecewaan, dalam sebuah hubungan. Tawa benar-benar menular. Hanya mendengar seseorang tertawa, kita bisa spontan tersenyum.

Tentunya trik humor tidak selalu berhasil, karena lelucon bisa juga dipandang negatif. Kita harus sensitif terhadap situasi (tempat dan waktu). Orang lain harus dalam posisi yang tahu bahwa kita sedang bercanda (dari bahasan tubuh atau irama ketika mengucapkannya). Setidaknya, pada akhirnya tahu.

Humor menjadi tidak sehat bila digunakan sebagai alat untuk menghindari, bukan mengatasi, emosi yang menyakitkan. Tertawa bisa menjadi kedok untuk perasaan sakit, takut, marah, kecewa, yang tidak ingin kita rasakan atau yang kita tidak tahu cara mengekspresikannya. Kita bisa melucu tentang kebenaran, tetapi menutup kebenaran adalah tidak lucu. Bila kita menggunakan humor sebagai kedok untuk emosi lainnya, akan membuat kebingungan dan ketidak-percayaan dalam hubungan.

Mengatakan sesuatu yang menghina atau menyakitkan, bahkan ketika dibingkai sebagai lelucon, akan melemahkan ikatan hubungan. Mungkin akan menghasilkan tawa ketika Sule menyebut Nunung sebagai kulkas dua pintu, yang kemungkinan besar tidak berhasil untuk kita apabila memakai humor sarkasme menyakitkan yang bernada ejekan seperti itu.

Mungkin benar bahwa humoris adalah bawaan. Seorang yang humoris mungkin seorang genius. Ketika lawan bicara melontarkan sesuatu, dia tidak cuma harus paham maksudnya dan menjawabnya, tetapi dia juga harus menjawab dengan kalimat yang lucu, terlebih lagi kalimat lucunya (menurut versi saya) harus cerdas. Olehkarenanya, pelawak yang 'lebay' dan pecicilan, tetapi tidak cerdas - menurut saya - tidak humoris. Padahal syarat menjadi pelawak haruslah humoris, pun pelawak pengumpan model Miing Bagito dan Denny Cagur.

Setelah kita merasa nyaman membuat lelucon mengenai diri sendiri, kita dapat memperluas jangkauan untuk menyertakan jenis humor. Proses belajar tergantung pada preferensi kita. Kita bisa mendengarkan lelucon orang lain, membaca cerita atau komik lucu, menonton film lucu, untuk kemudian mencoba memasukkan kegiatan lucu dalam hubungan dengan orang sekitar. Saya punya kakak perempuan yang senang memposting lelucon-lelucon yang menurutnya lucu di BB group keluarga. Komentar yang seringkali muncul adalah : 'basi', 'lelucon kuno', 'sudah sering dengar', 'gak lucu', atau lainnya. Tetapi dengan terus melaju pantang mundur dengan postingan-postingannya plus komentar-komentar senada, membangun kelucuan tersendiri bagi kami.

Dengan memasukkan humor menjadi bagian yang terintegrasi dari hidup kita, kita akan mulai menemukan peluang untuk membantu membangun dan memelihara hubungan dengan siapapun.

LAGU RIMBA - Harry Roesli
00:00 / 00:00
bottom of page