top of page

Kita dan Impian Anak-Anak

 

 

Cita-cita kita akan menjadi apa, sejak kecil sampai dewasa berubah-ubah tergantung pendengaran dan penglihatan. Namun menurut saya, yang lebih penting adalah hasil dari pendengaran dan penglihatan itu sendiri, yang ada di perasaan. Di nawaitu-nya.

 

Ketika kita tersentuh mendengar salah seorang kerabat sukses menjalani pekerjaan di bidang IT, bisa jadi rasanya ingin seperti itu. Ketika kita tersentuh terhadap banyaknya provider IT dari luar negeri sementara Indonesia sebagai pasar lima besar di dunia hanya sebagai konsumen, rasanya kita juga ingin menjadi ahli IT. Ketika kita memandang kagum kepada dokter yang bisa menulis resep dengan tulisan asal-asalan tetapi dimengerti oleh orang apotik, kita rasanya ingin jadi dokter. Ketika kita tersentuh melihat dokter yang dengan penuh pengabdian mengobati orang sakit, rasanya kita juga ingin jadi dokter. Ketika kita melihat gedung aneh bertumpuk-tumpuk tinggi sekali tapi tidak runtuh-runtuh, kita rasanya ingin jadi arsitek. Dan ketika kita melihat banyak rumah kumuh tanpa sanitasi yang baik, kita juga ingin jadi arsitek. Semua tergantung dari sisi mana kita tersentuh untuk menjadi sesuatu.

 

Anak sekarang paling susah kalau ditanya mau jadi apa kelak jika dewasa. Jawaban yang biasa didapat adalah : ‘Belum tahu’, ‘belum kepikiran’, ‘lihat nanti aja deh’, atau ‘mama sih maunya aku jadi dokter, kenapa bukan mama aja ya yang jadi dokter’. Bahkan seorang keponakan saya menjawab asal, ingin jadi tiang listrik.

 

Olehkarenanya, saya dan suami, terutama suami, sesegera mungkin menangkap berbagai ketertarikan anak-anak kepada sesuatu. Rama, anak ke dua saya yang saat kecil sangat suka menonton spongebob, waktu itu tiba-tiba tertarik pada masak memasak. Untuk beberapa lama topik mereka, suami dan Rama, banyak seputar masak memasak. Bahkan saya pernah diberi kartu nama restoran Rama lengkap dengan jabatannya sebagai koki ahli. Tapi tidak bertahan lama, ketika ditanya soal koki mengkoki seolah itu pertanyaan asing yang belum pernah didengarnya.

 

Suami saya seorang yang sangat senang melihat seseorang yang mengerti mengenai kesenangannya secara mendalam. Tahu dan paham mengenai segala seluk beluk mengenai kesenangannya ditanamkan betul kepada anak-anak. Mengerjakan pekerjaan secara asal-asalan, asal jadi, asal selesai, menjadi sesuatu yang dihindarinya. Dia yang menyukai tanaman, sekolah di arsitektur pertamanan, sangat suka menanam pohon dari bijinya atau batang  polos yang kalau saya lihat sebagai ‘nyusah-nyusahin’. Tanaman seolah ‘diajak ngobrol’, dilihat setiap hari perkembangannya.

 

Karena terbiasa dengan situasi seperti itu, saya memberi nilai minus untuk pelamar kerja yang mencantumkan sesuatu sebagai hobby-nya tetapi tidak paham ketika ditanya lebih lanjut mengenai kesenangannya itu. Belakangan, karena sering terjadi, saya agak menurunkan ekspektasi saya terhadap bagaimana seseorang yang menjalankan hobby hanya sebagai hobby tanpa merasa perlu tahu lebih banyak mengenai kesenangannya itu. Akhirnya klaim egois saya protes, bahwa ternyata banyak kata-kata sudah kehilangan makna.

Jadi, belajar menentukan tujuan, menurut saya, penting untuk anak-anak karena dengan memiliki tujuan akan meningkatkan keyakinan diri dan rasa percaya diri mereka. Lebih fokusnya, dengan memiliki tujuan dalam hidup akan membantu anak membuat keputusan yang lebih baik yang dapat membuat anak lebih dekat ke tujuan atau bahkan menjauhkannya dari tujuan untuk kemudian dapat merevisinya. Karena tujuan sifatnya pribadi, menjadikannya sangat bermakna bagi anak-anak karena memberi motivasi dan energi untuk terus berjalan, sehingga mereka ingin mencapainya.

 

Anak-anak secara alami menyebut tujuan sebagai mimpi. Mereka melihat tindakan heroik pemadam kebakaran, dan mereka bermimpi berbuat yang sama ketika mereka tumbuh dewasa. Ini adalah awal dari penetapan tujuan. Sebagai orang dewasa kita harus mencoba untuk mendorong dan mengembangkan ide-ide awal ke keyakinan kuat bahwa mereka bisa mencapai mimpi dan bahwa hal itu akan terjadi jika mereka berusaha ke arah itu.

 

Penentuan tujuan bukan hanya tentang mencatat beberapa hal yang ingin dilakukan dalam hidup, seperti pada kita orang dewasa. Ini jauh lebih dari itu. Untuk anak-anak, kita bisa menyederha-nakannya. Penentuan tujuan untuk anak-anak adalah sebuah proses yang dapat ditetapkan sebagai :

menetapkan sebuah tujuan yang mudah – melakukan tindakan setiap hari – mencapai hasil – mengulang kembali.

Penentuan tujuan mungkin sesuatu yang baru untuk anak-anak, tapi seperti menyikat gigi atau belajar setiap hari, jadikan penetapan tujuan menjadi kebiasaan bagi mereka. Jadi karena mereka baru memulai, penting untuk diingat bahwa penekanan harus pada proses itu sendiri, bukan hanya pada hasil akhir yang merupakan pencapaian tujuan.

 

Jika mereka mencapai hasil, berikan kejutan untuk mengapresiasi. Namun sebaiknya jangan janjikan sesuatu di awal sebagai iming-iming.  

 

Anak mungkin tidak selalu mendapatkan hasil yang dia inginkan. Ini cukup sulit ketika tujuan menyangkut bidang akademis atau kegiatan ekstra kurikuler di mana banyak faktor yang terlibat. Jika dia belum mencapai tujuan akhir, dia masih belajar pelajaran berharga tentang bagaimana merencanakan dan menetapkan tujuan, serta harus memperhatikan perbaikan terukur sepanjang jalan. Lebih penting lagi, dia mungkin belajar beberapa hal tentang dirinya.

 

Ini juga penting untuk memberitahu mereka untuk tidak kehilangan kepercayaan ketika mereka gagal untuk mencapai suatu tujuan. Hidup tidak selalu berjalan seperti yang direncanakan. Dorong mereka tidak menyerah pada mimpi yang penting bagi mereka.

 

Jika salah satu rencana tidak berhasil, kita bisa mengarahkan mereka untuk merevisi rencana dan mencoba lagi.

Sangat penting berada di sisi dan di pihak anak-anak, terutama di saat mereka mengalami kegagalan. Jangan sampai mereka merasa sendiri, apalagi jika masih harus berhadapan dengan kita, orangtuanya, di sisi yang berseberangan.

 

Tidak memiliki tujuan, tidak memiliki cita-cita, tidak memiliki impian, bukan saja pada anak-anak, menjadikan kita kosong, hampa, dan melayang-layang tak tentu arah. Olehkarenanya jika anak-anak memiliki tujuan, cita-cita, impian, kita dapat setengah bernafas lega karena anak-anak kita sudah mulai tahu arah hidupnya ke depan.

 

Terkadang, bila anak-anak menyampaikan cita-citanya atau bahkan tengah berjalan di rel menuju tujuannya, tanpa sengaja orangtua terpeleset kata yang dapat membuat anak merasa kita tidak mempercayainya, merendahkan kemampuannya, menafikan impiannya, yang efeknya bisa menjadi trauma berkepanjangan pada anak. Seperti seorang ceo suatu perusahaan yang berkali-kali mengeluhkan kepada saya mengenai kurangnya ketertarikan karyawannya pada hal-hal yang berbau inovasi, tetapi berkomentar ‘kalau yang seperti itu anak SD juga bisa’ ketika salah seorang karyawannya menyampaikan idenya.

 

Di jaman sekarang ini, bila anak-anak mau, bisa, dan lancar berkomunikasi dengan orangtuanya, percayalah itu sudah suatu berkah terindah bagi orangtua. 

DREAMS COME TRUE - Kaitlyn Maher
00:00 / 00:00
bottom of page