top of page

Hewan menandai wilayah mereka, dan melarang makhluk lain memasukinya. Kita melihat perilaku yang sama dalam kehidupan kita. Di rumah, kepala keluarga dan setiap anggota keluarga memiliki kursi yang biasa diduduki di meja makan, yang jarang dilanggar. Dalam kehidupan publik, tidak ada yang berani menduduki tempat duduk pimpinan.

Di kehidupan anak-anak, di sebagian besar sekolah di Indonesia, setiap anak memiliki kursi yang ditetapkan di dalam kelas. Tidak terlintas dalam pikiran seorang anak untuk menyeberang garis tak terlihat yang ditarik oleh meja kayu dan bangku-bangku. Tempat duduk mereka tetap dan rutin. Jadi, pengertian ruang teritorial diperkuat dalam pengaturan tempat duduk tetap di kelas. Interaksi di kelas terbatas pada teman di sebelahnya. Jika anak diminta oleh guru untuk pindah ke tempat lain, ada disorientasi yang dirasakan seolah memasuki dunia baru.

Banyak sekolah sekarang ini, mulai mengintegrasikan filsafat pendidikan fleksibilitas dan berbagi ruang. Tidak pernah ada kursi tetap untuk setiap anak. Anak-anak diminta untuk bergerak dari meja ke meja, kelompok ke kelompok yang mengarah ke beberapa interaksi dan berbagi ruang. Anak-anak dari berbagai agama, latar belakang sosial ekonomi dan kemampuan intelektual dan fisik, duduk, beraktifitas, dan bermain bersama.

Hal ini memperlihatkan perkembangan menarik. Anak-anak menggunakan setiap ruang sebagai ruang kelas bahkan jika itu pada waktu duduk di bawah pohon. Akibatnya bila diamati, anak-anak menjadi mudah untuk bersedia menegosiasikan ruang. Anak yang lebih tua selalu memberi jalan untuk yang lebih muda di area bermain dan koridor. Pengaturan waktu makan siang di kantin sekolah yang memprioritaskan anaka-anak kelas senior – seperti pada sekolah dengan tingkat pembulian yang tinggi terhadap anak-anak kelas yuniornya beberapa waktu lalu – tidak perlu diadakan. Klik dan kelompok memudar. Berbagi mengarah ke peduli.

Pada dasarnya anak dan kita terlahir dengan semangat berbagi sebelum hirarki dan pengelompokan diselenggarakan oleh sistem. Pembentukan pribadi kita sebagai orang dewasa seringkali justru terkoreksi oleh tingkah murni anak-anak. Anak tertua saya, Mahadaya, ketika berusia 6 tahun (saat ini hampir lulus kuliah) pernah merobek sama besar uang ‘tanggokan’ 10 ribuan pemberian salah seorang paman di saat lebaran, dan memberikan separuh robekannya untuk sepupunya Nanda (waktu itu 5 tahun) yang terlewat tidak mendapat ‘tanggokan’.

Jika kita tumbuh berpikir bahwa kita hanya memiliki satu kursi, kita akan selalu merasa aman. Jika kita tumbuh menyadari bahwa planet ini menawarkan tempat yang luas yang membuat kita akan selalu menemukan ruang, kita akan merasa aman dan damai. Saya berharap kita, orang dewasa, terutama saya, akan memberikan karunia budaya berbagi kepada anak-anak.

 

 

Salam,

tuti dipo

JANGAN MENANGIS INDONESIA - Harry Roesli
00:00 / 00:00
bottom of page