top of page

Kita dan Media Kekerasan

 

 

Film bioskop pertama Daya, anak tertua saya adalah Forrest Gump. Saat itu usianya hampir empat tahun. Kami bertiga menonton di bioskop Megaria yang sekarang berganti nama menjadi Metropole 21. Segala hal mengenai yang pertama bagi anak-anak, menjadi gairah tersendiri bagi saya dan suami. Apalagi kami baru tumben punya anak. Bekal tentang siapa apa bagaimana film yang akan dia tonton sudah diberikan beberapa hari sebelumnya. Bagian saya seperti dalam banyak hal, menceritakan tentang Tom Hanks-nya sambil ngelantur mengenai betapa matanya saja sudah berbicara tanpa dia ngomong apapun. Dan seperti suami saya dalam banyak hal, dia memberi gambaran mengenai film tersebut tentang apa. Seperti biasanya juga di rumah atau di restoran setelah selesai menonton atau melihat pertunjukan, suami saya akan bertanya : 'Gimana menurut Daya ?', sebelum pertanyaan dilanjutkan dengan : 'Apa yang Daya dapat ?'.

 

Sebelum film bioskop pertamanya, Daya terbiasa menonton video-video Star Wars kesukaan saya dan suami. Mulai dari A New Hope, The Empire Strikes Back, Return of the Jedi, The Phantom Menace, Attack of the Clones, sampai Revenge of the Sith. Dan di tahun 2015 ini episode 7 'The Force Awaken' kabarnya akan diluncurkan. Daya tidak kesulitan ketika menonton 'The Phantom Manace' yang merupakan cerita awal dari tiga episode yang sebelumnya sudah dia tonton. Bahkan Umi, 'mbak' nya Daya, asisten rumah tangga kami, yang terkadang membahas tajuk rencana kompas dengan kami, juga sangat bergairah menonton sekuel Star Wars. Ketika menonton dia bukan sekedar menemani Daya menonton, tetapi turut larut ke dalam cerita walau ditonton secara berulang. Daya juga memiliki beberapa koleksi pesawat di Star Wars seperti A wing fighter, B wing fighter, X wing fighter, Y wing fighter, star fighter.

 

Serial petualangan Indiana Jones juga menjadi favorit, yang biasa kami tonton bersama, dari : raiders of the lost ark, indiana jones and the temple of the doom, indiana jones and the last crusade, sampai : indiana jones and the kingdom of crystal skull.

 

Daya suka Tom & Jerry. Tidak seperti yang mungkin ingin disampaikan oleh karakter kartun tersebut, suami saya dan Daya malah lebih sebel terhadap Jerry yang justru selalu sebagai penyebab pertengkaran keduanya (tom dan jerry) dibanding kepada Tom yang digambarkan sebagai penindas.

 

Seperti seluruh keluarga saya dan suami, Daya juga membaca 23 dari 28 komik Tintin yang kami koleksi, mulai dari : rahasia pulau hitam, tujuh bola ajaib, penerbangan 714, tawanan dewa matahari, rahasia kapal unicorn, harta karun rackham merah, ekspedisi ke bulan, penjelajahan di bulan, tongkat raja ottokar, kepiting bercapit emas, negeri emas hitam, hiu-hiu laut merah, tintin di tibet, cerutu sang faraoh, penculikan calculus, zamrud castafiore, tintin di amerika, patung kuping belah, bintang jatuh, tintin dan picaros, tintin di danau hiu, lotus biru, sampai yang terakhir dia baca :  tintin di rusia. 

 

Seluruh serial Lucky Luke, dia juga suka. Apalagi kalau episode yang ikut menampilkan keluarga Dalton, terutama jika mengenai Averell, ibu Dalton, dan Ran Tan Plan. Tetapi Daya kurang tertarik dengan bacaan keluarga saya lainnya, seperti serial-nya Kho Ping Ho atau Api di Bukit Menoreh.  

 

Demikian juga dengan kami dan Rama yang menonton 'Finding Nemo' sebagai film bioskop pertamanya. Saat dia kecil kami tahu dan mengikuti apa yang dia tonton di televisi. Tetapi semakin mereka besar, semakin kami berdua hanya mendapatkan informasi mengenai judul film yang akan mereka tonton bersama teman-temannya. Tetapi kami tidak bisa, selain juga kami tidak mau, mensortir apa yang boleh mereka tonton dan apa yang tidak boleh mereka tonton. Akhirnya, kami harus cukup puas dengan menonton bersama di pertunjukan teater, atau di pameran-pameran. Menonton di bioskop, sudah menjadi ranah mereka dengan teman-teman atau saudara-saudara sepupunya. Menonton televisi, mereka punya kegemaran acara televisi sendiri yang akhirnya menjorokkan kami ikut menggemarinya, seperti : big bang theory, leverage, when I met your mother, dan lainnya.

 

Untuk video game, mereka berdua awet dengan Dota. Sepermukaan kami paham bahwa permainan itu sangat seru karena melibatkan jutaan orang dari seluruh dunia. Bahkan pertandingan tingkat regional dan tingkat dunianya diliput secara besar-besaran, dengan komentator pilihan, dan berhadiah jutaan dollar. Tetapi, ketika Rama yang tengah malam masih terdengar berbicara online sambil bermain Dota dengan temannya diujung sana, di rumahnya ; ketika Daya dari pagi sampai malam tidak berubah posisi di depan laprtopnya karena bermain Dota, walau sedang libur kuliah ; ketika Rama sudah mulai menyesuaikan jam di hp-nya dengan waktu Jepang atau Cina atau negara yang sedang menyelenggarakan pertandingan ; kami kok rasanya sudah pantes merasa khawatir.  

 

Peningkatan terbaru dalam kekerasan di sekolah telah menyebabkan banyak pihak panik. Orang tua sekarang takut anaknya menjadi pelaku kekerasan di sekolah. Orangtua juga takut untuk menyekolah-kan anaknya ke sekolah karena takut menjadi korban kekerasan di sekolah. Apa yang pernah menjadi tempat yang aman untuk belajar telah berubah menjadi medan perang antar anak-anak dengan kakak-kakak kelasnya.

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang bermain video game kekerasan dapat menyebabkan masalah perilaku agresif di kemudian hari. Studi retrospeksi juga telah menunjukkan peningkatan perilaku agresif anak-anak setelah menonton aksi-aksi kekerasan di televisi.

 

Beberapa orang tua dan psikolog mengatakan bahwa dengan bermain video game anak-anak juga mendapatkan manfaat dari kemampuan dan koordinasi bermain, sementara yang lain tidak setuju. Kritikus video game mengklaim bahwa menonton adegan-adegan kekerasan di televisi tidak merugikan, karena anak-anak tidak bermain kekerasan secara fisik.

 

Seperti disebut di atas, kekerasan media dikaitkan dengan perilaku agresif. Perilaku berisiko terhadap anak-anak karena dapat menyebabkan kekerasan terhadap orang lain, serta kurangnya penyesalan atas konsekuensi. Anak-anak yang melihat kekerasan di media lebih cenderung memiliki perasaan peningkatan permusuhan. Tindakan meniru apa yang mereka lihat di acara televisi bisa menyebabkan cedera pada diri sendiri atau orang lain.

 

Semakin sering anak-anak berlatih tindak kekerasan, semakin besar kemungkinan mereka untuk melakukan tindakan kekerasan. Dalam kebanyakan video game, wanita biasanya digambarkan sebagai orang yang menindaklanjuti bukan sebagai inisiator aksi. Secara ekstrim wanita digambarkan sebagai korban. Game seperti, Grand Theft Auto mempromosikan prostitusi, pencurian, dan perilaku kekerasan. Game ini mendorong laki-laki untuk bertindak lebih jauh dalam permainan. Anak laki-laki bermain video game lebih sering daripada wanita. Memerankan kekerasan menyebabkan anak-anak untuk menjadi lebih akrab dengan cara bertindak kekerasan tanpa konsekuensi.

 

Dalam sebuah studi ditemukan bahwa tidak ada perbedaan antara anak-anak yang terkena media kekerasan dan anak-anak yang terkena media non-kekerasan. Teori ini menunjukkan bahwa pendorong emosional yang ditimbulkan oleh bermain video game kekerasan mengurangi kesempatan anak benar-benar menunjukkan perilaku kekerasan ; fantasi bermain pada anak yang membayangkan tindakan, menyebabkan telah mengurangi tindakan agresif anak dalam perilaku aktual.

 

Apa pun yang kita percaya, realitanya kekerasan di media menjadi pelopor untuk peningkatan agresifitas pada anak, termasuk peningkatkan kerusakan fisik dan emosional, perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku pada anak. Fakta ini saja sudah cukup bagi orang tua untuk menjadi lebih terlibat dengan tontonan anak-anaknya.

 

Usia yang paling penting bagi setiap orang adalah masa kecilnya. Ini adalah bagian dimana seseorang rentan terhadap banyak hal, dan menyerap apa yang baik, apa yang benar, dan apa yang salah. Di sinilah mereka belajar hampir segala sesuatu yang pada akhirnya akan membentuk sosok yang manusiawi, secara mental, moral dan emosional.

 

Eksposur yang signifikan terhadap kekerasan di media meningkatkan risiko perilaku agresif pada anak-anak, yang membuat anak-anak percaya bahwa dunia adalah tempat yang 'jahat dan menakutkan'. Jika anak-anak mulai berpikir demikian, gambaran ini sering dikatakan sulit untuk berubah di kemudian hari.

 

Hal ini mirip dengan studi kekerasan dalam rumah tangga di mana anak-anak yang mengalami kekerasan, baik menjadi pelaku atau korban, karena mereka percaya bahwa apa yang mereka alami adalah normal.  Pada anak-anak usia mulai bermain video game, mereka belum cukup mengembangkan kemampuan untuk membedakan antara cerita hayalan dengan kenyataan, sehingga tidak tahu bahwa yang mereka lakukan adalah salah dan tidak pantas.

 

Segala sesuatu yang anak-anak lihat atau dengar di media di awal kehidupannya mempengaruhi anak dalam beberapa cara. Model peran orangtua yang positif menunjukkan bahwa demi kepentingan terbaik anak-anak kita, kita harus membatasi eksposur anak-anak kita terhadap aksi-aksi kekerasan.  

Sayangnya, kekerasan adalah salah satu bentuk yang paling populer dari hiburan. Banyak sekali acara televisi yang ditampilkan di prime time mengandung beberapa bentuk kekerasan.

 

Anak-anak yang menonton empat jam atau lebih sehari, menjadi tidak tertarik pada pelajaran di sekolah, memiliki keterampilan membaca yang lebih miskin, kurang bersahabat dengan teman-teman, memiliki lebih sedikit hobi dan kegiatan, dan lebih mungkin untuk kelebihan berat badan.

 

Disamping itu anak-anak mungkin menjadi kurang sensitif terhadap rasa sakit dan penderitaan orang lain, dan anak-anak lebih cenderung untuk berperilaku dengan cara yang agresif dan menyakiti orang lain.

 

Namun demikian, kekerasan di media bukan satu-satunya penyebab anak melakukan tindak kekerasan. Keterlibatan orang tua dalam menonton bersama anak-anak, bagaimana keluarga berinteraksi satu sama lain, apa yang terjadi dengan anak-anak di lingkungan mereka, sistem nilai yang ditanamkan orangtua, juga indikator penyumbang perilaku kekerasan.

 

Ada beberapa perusahaan yang cukup bertanggung jawab yang mengambil langkah-langkah untuk menginformasikan orang tua tentang isi hiburan, dengan mencantumkan sistem rating yang meliputi umum, remaja, dan penonton dewasa. Satu-satunya masalah adalah bahwa banyak orang tua yang tidak menyadari atau tidak peduli, sehingga salah dalam membeli game atau video dewasa untuk anak-anak yang belum cukup umur.

 

Menurut pendapat saya, saat ni orangtua terlalu sibuk dengan kehidupan mereka sendiri sehingga terlepas dari pengetahuan mengenai apa yang anak-anak mereka lakukan. Membesarkan anak di masa sekarang menjadikan kita, orangtua harus ekstra keras dibanding masa sebelumnya. Kitapun tidak bisa hanya menunggu anak-anak bosan dengan permainan mereka, dan berganti ke mainan dan tontonan yang lebih baik dengan sendirinya. Sebagai orang tua, kita harus tetap terlibat dalam kehidupan mereka sebelum terlambat.

 

Akhir-akhir ini peningkatan kekerasan di sekolah telah memasuki babak baru. Walau ternyata tradisi kekerasan telah berlangsung sejak sangat lama.  

 

Meningkatnya jumlah anak-anak dengan perilaku kekerasan bisa disalahkan pada suasana yang buruk di rumah, stres berat dan kurangnya percaya diri, guru tidak memperhatikan, orang tua yang terus-menerus berjuang hanya secara ekonomi, kurangnya bimbingan dan dukungan, perasaan sendirian selama masa kesulitan dan depresi, dan untuk menambah faktor-faktor ini, film juga meningkatkan eksposur anak terhadap kekerasan dengan menunjukkan adegan kekerasan.

 

Pertanyaan terakhir dalam pikiran kita mungkin - apa yang bisa kita lakukan untuk menarik anak-anak kembali ke dunia nyata ?

Apa yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk membatasi kekerasan yang ditampilkan dalam acara televisi dan film, sudah mulai baik. Film tertentu dan acara televisi dapat ditolak hak siarnya jika mengandung sejumlah besar kekerasan. 

 

Namun, ini akan memakan waktu dan akan melibatkan proses yang panjang dan lambat. Orangtua harus mengambil inisiatif dan tanggung jawab untuk membatasi anak-anak tentang apa yang mereka tonton. Guru harus sama-sama  mendidik anak-anak tentang dampak negatif dari menonton film kekerasan dan acara televisi, dan mendorong anak-anak untuk menyukai membaca atau menonton acara-acara ilmu pengetahuan di televisi. Hal ini tidak hanya memberikan anak kesempatan untuk mengembangkan sikap positif, juga menyiapkan anak dengan pengetahuan yang akan diperlukan untuk bertahan hidup di dunia yang kompetitif saat ini. Dengan film yang tepat, bimbingan, dan pengetahuan, kita dapat membekali anak dengan cara yang sangat positif, sehingga menghilangkan kemungkinan bahwa mereka akan mengembangkan jenis perilaku kekerasan.

Diambil dan disarikan dari berbagai sumber.

Jadikan hidup ini indah dan pantas dinikmati oleh anak-anak. Kerasnya kehidupan di televisi, film, video, internet, dan bacaan, jangan sampai mempengaruhi anak-anak, karena realita yang mereka alami di rumah, di sekolah, ataupun di jalanan, ternyata sama kerasnya. Seperti contoh whatsApp dari kakak perempuan saya mengenai seorang anak usia 14 tahun di Jakarta gantung diri di dalam lemarinya. Dia hobby membaca salah satu manga atau komik Jepang yang juga ada versi video games-nya. Komik dan games tersebut mengajarkan bahwa anak-anak akan menemukan kedamaian dalam kematian. Ternyata di banyak negara komik dan video games tersebut sudah dilarang, karena juga memakan korban anak-anak yang bunuh diri mencari kedamaian.   

 

Kami, saya dan suami memilih tidak membatasi anak-anak dalam melihat dan membaca berbagai informasi termasuk tontotan. Mengandung unsur kekerasan maupun yang tidak mengandung unsur kekerasan. Yang ada hanya komentar bahwa tontotan itu sadis, atau yang itu lebih baik. Sebagai contoh, game yang bila lawannya dibunuh darahnya muncrat crat merah membara. Dibanding, lawan yang mati dipedang tetapi secara visual menjadi lemas, jatuh dan mati. Dan hal-hal semacam itu.

 

Tanpa dibatasi, maupun dibatasi, setiap saat mereka bisa kok melihat dan membaca berbagai hal tabu dan sadis di laptopnya. Protek sekeras apapun terhadap laptop, mereka bisa menemukannya di tempat lain di situasi lain di luar kita. Menurut saya, yang bisa dilakukan adalah membekali anak dengan pemahaman mengenai yang baik, yang kurang baik dan yang tidak baik. Mereka nantinya akan mensortir sendiri dan mengambil sari dari setiap penglihatan dan pendengaran. Jadi persoalan yang harus digarap adalah di masing-masing individu, pemahamannya terhadap benar kurang benar dan tidak benar. Bukan di rok mini, atau di belahan dada yang rendah, misalnya. Persoalan di luar diri kita tidak bisa dan tidak boleh dijadikan alasan pembenaran sikap dan tindakan yang salah.

 

Jadi pada akhirnya, persoalan di kami lebih sesuatu yang langsung kepada sebab dan akibatnya. Apabila posisi duduk Daya yang tidak berpindah-pindah di depan laptopnya menyebabkan pengumpulan lemak di pinggulnya, Daya memang sudah harus rutin berenang dua kali seminggu.

Apabila sampai tengah malam Rama masih berisik, besoknya di sekolah dia akan mengantuk. 

 

Apakah kemudian saya tidak merasa khawatir dengan tontonan mereka ? Tentu khawatir. Karena pemahaman harus terus dikomunikasikan dengan cara yang disesuaikan dengan perkembangan usia mereka. Anak-anak berkembang, dunia berkembang, situasi setiap saat berubah dengan cepatnya, dan kita orangtua semakin tua dengan kemungkinan tidak bisa lagi mengikuti segala perubahan seawas dan secepat sebelumnya.  

THE FRIENDS OF MR.CAIRO - Jon Anderson
00:00 / 00:00
bottom of page