top of page

KESENANGAN BEKERJA

 

 

'Itu kan pak Sugiman, tukang es campurnya bang Daya', batin saya ketika melihat wajah tak asing penjual es campur yang keliling di kawasan rumah ibu saya. Saya teringat momen belasan tahun lalu, di saat bang Daya anak tertua saya pulang sekolah sedang menunggu si abang es menyerut es pesanannya.

 

Pak Sugiman sudah menjual es campur sejak tahun 1974. Waktu itu dia bersama sekitar 30 orang temannya berangkat dari Solo ke Jakarta memang khusus mau berjualan es campur keliling. Jadi, menjadi sukses dengan menjual es di Jakarta memang sudah cita-citanya waktu itu. Mereka berinovasi membuat gerobak es bersama-sama, di saat belum banyak tukang es campur bergerobak seperti milik mereka. Biasanya jika musim tanam, musim panen, ada hajatan, lebaran, atau tujuhbelasan, kita akan jarang melihat tukang es di kawasan tebet berkeliaran. Itu dikarenakan di saat-saat itu mereka akan bedol Jakarta balik ke Solo. Fenomena ini sama dengan keberadaan ibu-ibu tukang sayur keliling. 

 

Keawetan pak Sugiman menjadi tukang es campur keliling membawa saya kepada pertanyaan berikutnya. Kenapa ya dia awet menjadi tukang es campur keliling seperti itu ? Mengapa puluhan tahun sebagai tukang es keliling tidak membawanya menjadi pemilik warung es campur, misalnya ? Apakah dia memang menikmati pekerjaannya, atau tuntutan hidup menyebabkan dia harus bertahan sebagai tukang es keliling ?    

 

 

Ketika kita menikmati apa yang kita lakukan, kita cenderung mampu bekerja lebih lama, lebih memperhatikan detail, sehingga bonusnya adalah hasil akhir yang di atas rata-rata. Dan ketika kita mengerjakan pekerjaan yang benar-benar tidak kita sukai, kita cenderung mencapai target hasil rata-rata, yang penting pekerjaan tersebut selesai.

 

Ini adalah tentang menikmati apa yang kita lakukan, dan melakukan apa yang kita nikmati.

 

Mengapa penting menikmati pekerjaan kita ? Saya tidak dapat membayangkan melakukan sesuatu yang saya anggap tidak menyenangkan selama bertahun-tahun. Kedengarannya sangat buruk bagi saya, sementara beberapa orang bertahan hidup seperti itu. Secara teori, jika mereka melakukan sesuatu yang mereka nikmati, setidaknya pak Sugiman setelah sepuluh tahun kemudian harusnya sudah punya warung es sendiri kan ?

 

Tentu sangat tidak tepat untuk mengukur sebuah kemajuan diri seseorang dari pencapaian finansial atau materi semata. Karena menurut saya, pencapaian secara spiritual, kesenangan, kebahagiaan, ketenangan hati, jauh lebih berharga.

 

Itulah yang sedang saya coba bahas di topik ini. Jika kita sedang terjebak di bidang pekerjaan yang tidak kita sukai, tetapi keadaan memaksa untuk tetap menjalankannya, apa yang dapat kita lakukan ?

 

Yang pertama, cobalah mencari tahu pekerjaan jenis apa yang kita sukai. 

Kalau beda bidang tentunya bisa mulai mencari pekerjaan yang sesuai passion kita. Arahkan energi ke tujuan tersebut, yakinkan diri bahwa kita punya keahlian di sana sebelum meyakinkan perusahaan lain atau manajemen di perusahaan kita.

 

Kalau pekerjaan saat ini sudah sesuai passion kita, tetapi pada akhirnya kita tidak merasakan kegairahan dalam melakoninya, cobalah berinovasi. Cari sisi menyenangkan dari pekerjaan tersebut. 

 

Jika kita masih tetap merasa terjebak, bersyukurlah kita masih memiliki pekerjaan. Di luar sana begitu banyak orang yang ingin bekerja seperti kita. Kalaupun mereka bekerja, karena harus bekerja. Kepalanya melulu berisi bagaimana keluarganya bisa makan hari ini. 

 

Seperti pak Sugiman yang belasan tahun masih saja melakoni kerja sebagai tukang es campur keliling. Akhirnya saya tahu, bahwa cuma pekerjaan itu yang dia tahu dan dia bisa. 'Siapa yang gak mau sih bu punya warung es, Ibu mau modalin saya ? Mana ada sisa buat nabung kan anak saya ada dua dan saya juga membiayai isteri dan keluarganya di kampung. Untuk makan, sewa kamar, dan biaya sekolah gak ada sisa, malah terkadang berhutang'.

 

'Terkadang berhutang kok muka bapak awet muda, dan kelihatan selalu cerah begitu ?', saya berusaha menetralisir keusilan saya menanyakan kehidupannya.

 

'Mungkin karena saya ikhlas ngejalaninnya ya bu', jawab pak Sugiman, si tukang es campur keliling sambil malu-malu.  Jawaban yang akhirnya membuat saya 'malu'.

WORK SONG - Hozier
00:00 / 00:00
bottom of page