top of page

SAYA DAN TRIGEMINAL NEURALGIA

 

Mencabut gigi yang kebetulan memang tinggal stalaktit-stalaktitnya dan akar-akarnya, yang semula saya kira sebagai penyebab nyeri di gigi saya pada pertengahan bulan Juni 2013 lalu ternyata memang tidak menyelesaikan masalah. Nyerinya menetap. 

Setelah ganti dokter gigi yang berpraktek di Mall Kokas, saya disarankan melakukan foto panoramic dan dirujuk ke dokter bedah mulut. Melihat foto panoramic dari Lab Parahita yang memperlihatkan gigi-gigi saya yang indah dan bersih, akhirnya dokter bedah mulut di Medistra menyatakan kemungkinan saya menderita penyakit langka : Trigeminal Neuralgia. Kemudian saya dirujuk ke dokter ahli syaraf di rumah sakit yang sama, yang memvonis hal serupa. Dia meresepkan obat anti radang, dan pereda rasa sakit yang tingkatannya 8 dari 10, dan meminta saya melakukan MRI Brain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Trigeminal Neuralgia menyebabkan rasa sakit pada wajah. Trigeminal Neuralgia berkembang di pertengahan hingga akhir kehidupan. Kondisi yang paling sering terjadi adalah rasa sakit akibat gangguan saraf. Rasa sakit kadang datang dan pergi, terasa seperti ledakan, menusuk, atau seperti kesetrum listrik. Sakit ini dapat berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit.

 

Orang dengan Trigeminal Neuralgia menjadi terganggu rasa sakit yang sebentar-sebentar parah mengganggu kegiatan sehari-hari seperti makan dan tidur. Mereka hidup dalam ketakutan akan serangan tak terduga yang menyakitkan, yang mengakibatkan kurang tidur dan depresi. Kondisi dapat menyebabkan iritabilitas, antisipatif parah kecemasan dan depresi dan gizi buruk. Pada tingkat yang lebih parah berlanjut pada bunuh diri.

 

Trigeminal  Neuralgia  atau TN disebabkan oleh sentuhan atau penekanan pembuluh darah pada saraf nomor 5, yaitu saraf yang mengatur perasa wajah yang letaknya di sekitar batang otak.

 

Ciri umum dari penderita TN yaitu daerah yang ada di kawasan gusi, gigi maupun kawasan mulut, dan wajah mengalami sakit luar biasa. Karena itu, selama ini penderita TN selalu menduga  gigi  sebagai  pemicu utama  sehingga  rata-rata penderita tak keberatan saat gigi-giginya yang diduga sebagai biang masalah itu dicabut. Bahkan, ada beberapa pasien tak hanya belasan yang  dicabut  tapi  keseluruhan giginya sampai ompong. Tapi lagi-lagi,  semua itu  tak akan mampu menghilangkan sakit.Perlu ditegaskan, TN ini bukan karena gigi, stres, kelelahan ataupun  kecemasan  pada  diri penderita.

 

Gangguan psikis berupa cemas, tegang dan sebagainya hanya memperparah reaksi bukan sebagai pemicu.  Semakin  cemas penderita TN maka  denyut pembuluh darah yang menekan saraf nomor 5 makin kuat sehingga otomatis reaksi pada wajah penderita akan semakin parah. Jadi kalau ada informasi yang menyatakan penyebab utama TN bersumber dari gigi  atau yang bersifat psikologis,  maka sebaiknya informasi tersebut dikesampingkan karena tidak ada korelasinya. Munculnya TN itu semata-mata karena adanya perlengketan  dan  penekanan  saraf  nomor  5  oleh pembuluh darah.

 

Nyeri Gigi Atau Trigeminal

Oleh : Prof. Drg. Coen Pramono D. SU., Sp.BM (K)

 

Nyeri gigi sering menimbulkan masalah yang sangat mengganggu, keluhan nyeri gigi ternyata tidak selalu berasal dari gigi itu sendiri tetapi dapat terjadi karena gangguan pada saraf trigeminal. Bila hal ini terjadi maka bukan tidak mungkin baik penderita maupun dokter gigi sulit menentukan mengapa gigi menjadi sakit padahal gigi normal, kelainan semacam ini dikenal dengan Trigeminal Neuralgia.

 

Sebagai contoh ekstrim, seorang penderita 24 tahun datang dengan keadaan gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah sudah habis dicabut semua, namun keluhan nyeri tetap saja bahkan dirasakan nyeri berpindah ke tulang rahangnya seperti ada tulang yang tajam, dan penderita minta kepada dokter gigi agar tulang-tulang rahangnya dihaluskan.

 

Dokter Gigi yang merawatnya tidak memahami bahwa sebenarnya penderita tersebut mengalami Trigeminal Neuralgia, oleh sebab itu bila sakit gigi yang tidak diketemukan adanya masalah pada gigi, maka patut dicurigai kemungkinan menderita Trigeminal Neuralgia. Guna menegakkan diagnosa dapat dilakukan dengan pemberian Carbamezepine dua sampai tiga kali 50 mg per hari pada umumnya nyeri berkurang atau hilang, maka hampir dipastikan bahwa sakit yang dihadapi tersebut merupakan kasus di bidang saraf atau bedah saraf. Sehingga dokter spesialis saraf atau bedah saraf akan lebih berkompeten menangani masalah ini.

 

Diperkirakan 1 orang dari 15.000 penduduk menderita Trigeminal Neuralgia, meskipun angka tersebut sebenarnya jauh lebih tinggi karena sering terjadi kesalahan diagnosa. Pada umumnya gejala mulai timbul di atas usia 50 tahun, wanita lebih sering dibanding pria, dan penyakit ini lebih sering diderita pada sisi kanan wajah dibanding sisi kiri wajah. 

 

Lebih banyak di derita wanita

oleh : G. Pramono, dr.SpBS

 

Trigeminal Neuralgia (TN) merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Serangan TN dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, Tekadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena setrum listrik.

 

Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Kendati demikian, ada juga penderita dibawah usia 40 tahun yang terkena penyakit ini, yaitu hanya 10 % (Anurogo, Dito, Apa Itu Trigeminal Neuralgia. www.kompasiana.com). Trigeminal Neuralgia dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem persarafan trigeminus (saraf nomor 5, sensoris).

 

Pada kebanyakan kasus, penekanan oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna (jinak), di daerah antara otak kecil dan batang otak (serebelo-pontin) tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Nyeri bisa terjadi secara spontan, tetapi lebih sering timbul karena tersentuhnya titik tertentu (titik pemicu) atau karena aktivitas tertentu (misalnya menggosok gigi atau mengunyah). Serangan ulang dari nyeri yang luar biasa bisa dirasakan di setiap bagian pada wajah bagian bawah. Nyeri paling sering dirasakan di pipi dekat hidung atau di daerah rahang.

 

Biasanya terjadi perbaikan spontan, tetapi serangan nyeri bisa kambuh setiap saat. Pada keadaan ini pembedahan adalah satu-satunya cara untuk memisahkan arteri dari saraf sehingga sumber dari nyeri bisa dihilangkan. Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, pengobatan sementara waktu bisa diberikan obat seperti carbamazepine, gabapentin atau oxycarbamazepine yang dapat mengurangi frekuensi ataupun intensitas nyeri trigeminal. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan TN sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas. 

 

 

Komunikasi antar dokter, dokter gigi, dokter ahli, sangat membantu penyembuhan pasien.

 

Rumah Sakit

 

RS. Bedah Surabaya

Adalah Rumah Sakit dimana pasien Hemifacial ditangani secara komprehensif dimulai dari konsultasi sampai dengan pemeriksaan serta tindakan operasi dan recovery atau penyembuhan.

 

RS Bedah Surabaya

Jl. Raya Manyar No. 09 Surabaya

Telp. 031-7136 1681, 5952014 Fax. 031-5952014

 

Edukasi Tiada Henti          (Kompas, 3 Mei 2012)

OLEH FABIOLA PONTO

 

Setelah menyelesaikan pendidikan di Nagoya University Hospital, Jepang, tahun 2003,

dr M Sofyanto, Sp.BS tidak membuang-buang waktu. Bersama almarhum Profesor Yoshio Suzuki, Sofyanto mengembangkan bedah mikro di Surabaya.

 

Kasus-kasus pun berdatangan kepada Sofyanto. Salah satunya ketika seseorang datang memeriksakan diri karena menderita sakit kepala tak berkesudahan. Untuk mencari penyebab, penderita itu disarankan menjalani magnetic resonance imaging (MRI).

 

“Dari sana baru terlihat bahwa ada pembuluh darah kecil yang menyentuh saraf nomor lima di batang otak,” tutur Sofyanto.

 

Artinya, penderita itu terdiagnosis trigeminal neuralgia, rasa nyeri luar biasa pada wajah, gusi dan gigi. Kebanyakan penderita ini kerap mengira sedang sakit gigi.

 

Trigeminal neuralgia terjadi karena pembuluh darah pada saraf nomor lima bersentuhan sehingga menjadi lengket. Saraf ini yang mengatur perasa wajah di sekitar batang otak.

 

“Sifatnya incidental. Jadi, trigeminal neuralgia sebenarnya bukan penyakit,” kata Sofyanto yang juga menangani penderita dar berbagai Negara di antaranya Qatar, Malaysia, dan China.

 

Ia mengingatkan, trigeminal neuralgia sama sekali bukan disebabkan sakit gigi, seseorang dalam keadaan stress, ataupun kelelahan. Hanya saja bila penderita mengalami gangguan psikis, reaksi pada penderita akan semakin parah.

 

“Rasa sakitnya sangat hebat sampai beberapa penderita ingin mati karena tak tahan lagi,” kata Sofyanto sambil menambahkan bahwa trigeminal neuralgia juga kerap dijuluki penyakit bunuh diri.

 

Meski berbagai pengobatan ditempuh, tetapi rasa sakit tidak lenyap bila tak tertangani denga tepat. Tidak sedikit pasien yang membiarkan giginya dicabut, tetapi rasa sakit tak kunjung hilang. Kondisi demikian ternyata cukup banyak terjadi.

 

Untuk gambaran, trigeminal neuralgia menimpa delapan dari sekitar 100.000 orang. Penderita di Indonesia pun cukup banyak, tetapi rata-rata mereka tak mengetahui penyebab sakitnya itu. “Dari statistic jumlah penderita trigeminal neuralgia di Indonesia kira-kira 30.000 orang,” ujar Sofyanto.

 

“Persoalannya, banyak dokter yang juga tak mengetahui tentang trigeminal neuralgia, baik dokter umum, spesialis, dokter gigi, maupun saraf,” katanya.

 

Sejauh ini, trigeminal neuralgia hanya bisa ditangani dengan bedah mikro. Belum ada tindakan medis lain yang mampu memisahkan pembuluh darah yang lengket.

 

Cara alternatif, seperti tusuk jarum, pijat, dan injeksipun tak akan berguna untuk penderita trigeminal neuralgia. “jangan percaya mitos apapun, termasuk dengan merelakan diri ditampar, berendam di kotoran babi, atau tusuk jarum mulai ujung rambut sampai kaki,” katanya mengingatkan. 

 

Sempurnakan teknik

 

Tanpa terasa, Sembilan tahun berlalu sejak Sofyanto mulai mengembangkan bedah mikro. Pada tahun-tahun awal, ia membedah lubang berukuran sekitar 2 sentimeter (cm) di batang otak.

 

Kini ukuran lubang yang dibedah mengecil, sekitar 1 cm. “Masa bedah yang semula memerlukan waktu sampai tiga jam kini lebih singkat menjadi 1,5 jam,” kata Sofyanto.

 

Bagaimanapun berbagai jenis bedah mempunyai risiko. Demikian pula bedah mikro. Beberapa kemungkinan di antaranya penderita mengalami stroke karena pembiusan dan manipulasi. “Bisa juga terjadi seusai bedah tekanan darah penderita naik turun,” ujarnya.

 

Selain itu, setiap pembedahan juga berisiko menyebabkan infeksi. Namun, Sembilan tahun melakukan bedah mikro berbagai risiko tersebut bisa diminimalkan.

 

Sampai kini tidak ada penderita yang mengalami kebutaan, lumpuh, ataupun risiko fisik lain. “Kira-kira tingkat keberhasilan bedah mikro terhadap penderita mencapai 97 persen,” cerita Sofyanto.

 

Selain trigeminal neuralgia, insiden serupa juga bisa terjadi pada wajah dan menyebabkan hemifacial spasm. Bedanya, di sini penekanan pembuluh darah terjadi pada saraf fasialis, yaitu saraf ketujuh (motoris).

 

Dalam konteks itu, bedah mikro juga harus dilakukan pada penderita hemifacial spasm. “Penderita tidak mengalami kesakitan, tetapi wajahnya berkedut terus-menerus,” papar ayah empat anak ini.

 

Menyebarluaskan informasi

 

Sayangnya, pengetahuan masyarakat dan dokter terhadap trigeminal neuralgia masih minim. Oleh karena itu, mantan penderita trigeminal neuralgia masih minim. Oleh karena itu, mantan penderita trigeminal neuralgia dan hemifacial spasm bersepakat membentuk komunitas sejak tahun 2009.

 

Bersama Komunitas Trigeminal Neuralgia Indonesia dan Komunitas Hemifacial Spasm Indonesia, Sofyanto berupaya menyebarluaskan informasi sebagai bentuk tanggung jawab social. Kedua komunitas menerbitkan bulletin minimal setahun sekali.

 

Para anggota bergerak, baik bagi penderita maupun dokter dengan mengirim majalah yang mereka terbitkan. “Majalah dikirimkan kepada dokter spesialis, lembaga dan institusi kesehatan, laboratorium medis, fakultas kedokteran, sampai dokter gigi. Ini bagian dari edukasi,” papar dokter yang setiap bulan menangani 20 – 40 bedah mikro ini.

 

Selain itu, anggota komunitas juga menggelar bakti social melalui pengobatan gratis ke berbagai kota. Ia berupaya meluangkan waktu pada akhir pecan rata-rata sekali dalam sebulan.

 

Dia berharap ada pusat-pusat kesehatan yang mau mengembangkan bedah mikro, terutama bagi penderita trigeminal neuralgia dan hemifacial spasm.

 

Dia akan membantu edukasi kepada semua pihak agar penderita tertangani dengan tepat.

 

“Saya bersedia memberi pelayanan dan mendampingi rekan sejawat,” kata Sofyanto.

 

 

Untung yang Masih Beruntung (Gatra, 19 Mei 2010)

 

Bagi seorang penderita, ikhtiar mencari kesembuhan adalah suatu keharusan. Tak ada kata menyerah untuk mencari kesembuhan, baik secara medis maupun non medis. Langkah itulah yang dilakukan Untung S. Rajab, 55 tahun, atas penyakit yang dideritanya selama dua setengah tahun.

 

Penyakit yang diderita Untung S Radjab, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Kapolda Kalsel), adalah trigeminal neuralgia. Penyakit ini terjadi karena pembuluh darah kecil menekan saraf sensoris wajah (saraf trigeminus). Disebut trigeminal neuralgia karena nyeri wajah terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal, yang terletak diotak dan membawa sensasi dari wajah ke otak.

 

Jika penyakit itu menyerang, penderita akan merasakan sakit seperti nyeri yang berat, bahkan seperti terkena setrum listrik. Serangan ini berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Serangan nyeri itu bisa spontan, bisa juga karena tersentuhnya titik pemicu atau karena aktifitas tertentu, seperti menggosok gigi atau mengunyah. Karena bersentuhan dengan gigi, tak jarang pasien berobat ke dokter gigi.

 

Serangan bak muka kesetrum itulah yang membuat Untung tak bisa mengunyah makanan. “Semua makanan dicairkan, baru disedot, seperti bayi,” kata Untung kepada GATRA. Sejak awal terkena serangan, Untung berusaha berobat ke berbagai dokter di Jakarta, bahkan sampai ke Singapura. “Diagnosisnya macam- macam. Bahkan ada yang bilang, ini gejala stroke ringan,” paparnya.

 

Berbagai obat dia konsumsi, tapi “ muka kesetrum” tak juga menjauh. Lalu teman dan kerabatnya membawa orang-orang “pintar” dengan beragam predikat. Mereka datang dari dataran rendah sampai pegunungan, menyusuri sungai dan mengarungi lautan. Puluhan orang “pintar” yang memberi terapi menemukan berbagai benda tajam, seperti paku, jarum, bahkan keris. “Tapi semuanya tak bisa menyembuhkan penyakit ini,” kata Untung sambil tersenyum geli.

 

Sejalan dengan itu, dia tetap berikhtiar mencari dokter karena yakin bahwa ini penyakit medis.

 

“Saya takut terjerumus kepada syirik,” tutur Untung, mengenang masa –masa pengobatan yang dilakukan orang orang “pintar” itu. Syirik adalah menyekutukan Tuhan dan merupakan dosa yang tak terampuni. Tidak semua saran orang-orang “pintar” itu dilaksanakan oleh Untung, jika menurut dia tidak masuk akal atau melanggar syariat islam, dia tinggalkan.

 

“Misalnya saya diberi air untuk diminum. Saya katakan, dirumah tersedia banyak air,” katanya sembari melepas tawa. Tapi orang-orang “pintar” itu datang silih berganti dengan beragam obat temuan. Sementara itu, Untung terus bermunajat kepada Allah SWT agar ditunjukkan jalan menuju kesembuhan. Ia yakin betul akan sabda Nabi Muhammad SAW, yang diri wayatkan Imam Bukhari dan Imam Ahmad, bahwa “Setiap penyakit ada obatnya.”

 

Maka, pada awal Agustus 2009, ia mendapat informasi bahwa ahli penyakit seperti yang dialaminya itu ada di Surabaya, M. sofyanto, nama dokter itu, adalah ahli bedah saraf. Kontak pun akhirnya dilakukan. Akhirnya, pada pertengahan Agustus 2009, Untung menjalani operasi microsurgery (bedah mikro saraf).

 

Usai operasi yang memerlukan waktu sekitar empat jam itu, Untung sadar kembali. Dua hari kemudian, ia diperbolekan pulang ke Banjarmasin, tempatnya bertugas. Sejak ia dioperasi sampai kini, penyakit yang sering muncul dadakan itu tidak kambuh.

 

Untung tidak sendirian, ada delapan orang lagi yang pernah dioperasi Sofyanto. Bahkan ada yang lebih parah dari dirinya.

 

Nyonya Khe Tho, misalnya. Ia menderita trigeminal neuralgia selama tiga tahun. Semua gigi bagian bawahnya habis. Ini terjadi karena dokter mendiagnosis bahwa penyebab  sakitnya adalah masalah gigi. Begitu satu persatu gigi bagian bawah dicabut, sakit pun tetap mengakrabinya.

 

Begitu juga yang dialami Samuel Silitonga. Setelah lima tahun menderita, barulah ia menemukan dokter Sofyanto. Ia sembuh setelah menjalani operasi. Padahal, Samuel sudah menjalani operasi bedah saraf disebuah rumah sakit di Jakarta Timur. Ternyata, beberapa bulan kemudian, rasa kesetrum dibagian mukanya kambuh. Setengah tahun kemudian, ia menjalani operasi.

 

Jika dibandingkan dengan nyonya Khe Tho dan Samuel Silitonga, Untung S. radjab masih beruntung. Ia “hanya” mengalami penyakit itu dua setengah tahun. Giginya tidak rontok. Operasi pun hanya dilakukan sekali, dan berhasil.

 

Mau Sembuh, Ya Operasi

Oleh : Herry Mohammad, dan arif sujatmiko (Surabaya)

 

Trigeminal neuralgia adalah penyakit yang cukup langka. Dari satu juta populasi, terdapat 107 laki-laki dan 200 perempuan yang menderita penyakit ini. Bisa didiagnosis menggunakan foto MRI (magnetic resonance imaging).

 

MRI menerapkan getaran RF (radio frequency) hydrogen yang langsung mengenai tubuh pasien. Getaran itu menyebabkan proton yang ada pada tubuh pasien diserap dan menghasilkan energy, yang menyebabkan berputar (spin) dan presses (pergerakan lambat pada pergerakan aksis) pada arah yang berbeda-beda. Inilah yang disebut resonasi.

 

Hal itu terjadi bila terdapat satu atau dua juta proton yang berbeda, menghasilkan frekuensi resonansi. Lalu dihitung berdasarkan sebagian jaringan yang telah diambil dan berdasarkan kekuatan medan magnet pada bagian yang akan didiagnosis. Hasilnya tersebut slice atau potongan-potongan. Ukurannya hanya beberapa millimeter dan sangat presisi.

 

Pada saat getaran RF dimatikan, proton hydrogen menjadi lambat kembali kebentuk awalnya, yang mengakibatkan terjadinya pelepasan energi. Kemudian proton itu ditangkap medan magnetik. Setelah itu, sinyal dikirim ke coil dan dilanjutkan ke komputer. Data yang diperoleh diproses dengan komputer menggunakan transformasi Fourier.

 

Menurut Sofyanto, trigeminal neuralgia bisa disembuhkan menggunakan teknik operasi microsurgery, yakni memisahkan pembuluh darah yang menekan saraf trigeminus. Kemudian menempatkan bahan penyekat serabut Teflon agar tidak tertekan kembali. Begitu operasi selesai, nyeri wajah, gusi dan gigi karena trigeminal neuralgia akan hilang.

 

Sofyanto tidak sependapat jika dikatakan bahwa penyakit ini terjadi akibat kelelahan, terlalu banyak berfikir, stress, atau cemas. “ Apalagi kalau disebabkan ulah mahluk halus,” tuturnya. Agar sembuh dari penyakit ini, menurut Sofyanto, hanya ada satu jalan, yakni operasi. “Jika tidak dilakukan operasi, penyakit ini akan semakin menyiksa dan tidak akan pernah sembuh seumur hidup penderitanya, “kata sofyanto”.

Saya Tidak Operasi, Saya berobat Alternatif dan Saya Sepenuhnya Sembuh

 

Menurut catatan komunitas Trigeminal Neuralgia Indonesia, http://www.tnindonesia.org/mvd-record/mvd-record.html, dari tahun 2003 - 2012, 97 penderita telah melakukan operasi. Sama dengan seluruh rekan yang belum operasi, penyakit langka ini membuat kualitas hidup saya drop sampai setengahnya. Bayangkan kalau setiap hari saya harus meminum pereda rasa sakit tingkat tinggi untuk mengurangi rasa sakit dan ngilu di gigi dan wajah bagian kiri saya. Itu menyebabkan saya hidup antara sadar dan tidak sadar.

 

Kemudian .....

BERHENTI BERHARAP - Sheila on 7
00:00 / 00:00
bottom of page